Jumat, 24 September 2010

akhirnya...

satu posting lagi sebelum bulan ini berakhir
gw ingin memberitahukan kabar gembira
i'm no longer single
special thanks to rein and TC for listening my curhat. hehehe
love u guys! :D

-vermillion

Senin, 06 September 2010

Aqrila’s prayer

Aramant
My goddess of time
Please tell me
Why did you take his time?
Why?
You promised me that I can see him again in the future
You told me to wait for his come back
Now he can’t
My dear Aramant,
I want him to be here again
I want to meet him
I want to give all that I have for him
I want to give my time for him
Please Aramant
Grand my wish
So that he can see me again
Although I can’t see him
Please, my dear Aramant
This is the only prayer from me
And will be my last


Rein

Jumat, 03 September 2010

Goddess of time

Ini hanyalah sebuah cerita, di mana waktu menjadi sebuah keabadian dan kutukan.

Di sebuah desa kecil, di tempat di mana orang-orang mencari kedamaian, hiduplah seorang gadis yang sedang merekah kedewasaannya bernama Aqrila. Sedari kecil dia tinggal di bersama para penjaga kuil di desa, karena ayah dan ibunya telah lama tiada akibat penyakit yang pernah merebak di desa itu. Gadis ini tumbuh menjadi gadis yang cantik jelita dengan wajah bulat dan mata berwarna biru jernih, sejernih air di sungai. Aqrila juga memiliki hati yang lembut, namun hatinya telah menjadi milik seorang pemuda, yakni milik Larxash.

Larxash dan Aqrila tumbuh besar bersama, di mana setiap hari Larxashlah yang menemani Aqrila bermain sedari kecil. Sampai akhirnya saat ini, Aqrila membantu merawat kuil dan memelihara taman kuil tua itu, sedangkan Larxash mengabdikan diri sebagai prajurit yang menjaga desa itu.

Sebelum Larxash ikut serta sebagai prajurit, Aqrila yang berhati lembut pernah bertanya padanya, “Mengapa kamu ingin menjadi prajurit? Yang menjadi tugas seorang prajurit hanyalah berperang. Dan aku tak mau kamu menjadi seorang yang harus menumpahkan darah musuh-musuhmu.”

“Aku menjadi prajurit bukan untuk berperang, namun aku ingin menjaga dirimu. Di sisi lain, dengan menjaga kedamaian desa ini, aku pun bisa melindungimu. Maka itulah aku menjadi seorang prajurit.” Jawab Larxash.

Setelah mendengar hal itu, mengertilah Aqrila bahwa Larxash benar-benar ingin melindungi dirinya dan orang-orang yang disayanginya. Maka dia pun membiarkan Larxash untuk menjadi seorang prajurit.

Namun kebahagiaan dan kedamaian dari pasangan muda ini terganggu oleh sebuah berita yang menghapus segala harapan. Kota di sisi timur desa itu telah diserang oleh pasukan dari negara lain. Maka raja telah menyatakan bahwa prajurit-prajurit lain di sekitar daerah itu harus menuju ke kota tersebut untuk mengambil kembali tanah mereka dari negara penjajah.

Aqrila terkejut mendengar kenyataan ini. Dia sadar, bahwa saat ini seorang prajurit harus melaksanakan tugas yang diembannya dan dengan begitu artinya apapun yang terjadi Larxash harus menumpahkan darah. Maka semenjak munculnya kebijakan itu, Aqrila yang lembut menjadi murung.

Seiring waktu, prajurit-prajurit di desa tersebut mulai mempersiapkan diri, perbekalan, dan juga peralatan untuk persiapan perang, tak terkecuali Larxash. Dia pun gundah dengan kenyataan yang harus dihadapinya nanti, apalagi dia teringat akan pertanyaan Aqrila dulu saat dia akan ikut serta menjadi prajurit untuk melindungi desa ini. Dia tak pernah menduga perang seperti ini akan terjadi.

Sehari sebelum berangkat ke kota di timur, Larxash datang ke dalam kuil dan berdoa di sana. Dia tak tahu apa tujuan sebenarnya bagi dia untuk berdoa, namun yang dia tahu dia membutuhkan sebuah jawaban atas keraguannya yang ada dalam hatinya. Dia gundah oleh kenyataan untuk tetap menumpahkan darah demi kedamaian desa atau lari dari perang ini sebagai seorang pengecut.

Di tengah-tengah doanya yang begitu hening, tiba-tiba seseorang menepuk bahu Larxash. Dia pun membuka matanya dan menengok ke samping. Ternyata Aqrila telah berdiri di sampingnya.

“Bawalah sebatang mawar ini ke dalam perjalananmu besok. Aku tahu kau merasa gundah, begitu pula diriku. Namun bukan berarti aku akan membencimu bila kau terlibat perang ini. Karena aku tahu ini bukanlah keinginan dan harapanmu, namun hal ini tetap harus kamu lewati.” Kata Aqrila.

“Maafkan keputusanku yang pada akhirnya membuat diriku sendiri harus menumpahkan darah orang-orang yang menjadi musuhku.”

“Aku sudah tak peduli dengan itu semua. Yang aku percaya sekarang, bila waktu mengijinkan, kita pasti bisa bertemu kembali setelah semua perang ini usai.”

“Ya, aku berjanji kita akan bertemu lagi dan aku tak akan pernah lupa bahwa kau mencintaiku sebegitu tulusnya sehingga merelakan kepergianku saat ini. Dan ingatlah aku pun mecintaimu.”

“Pergilah Larxash, seberapapun aku merindukanmu, aku pasti akan terus menunggu kepulanganmu.”

Dan dengan berbekal mawar pemberian Aqrila, Larxash berhasil meneguhkan hatinya. Dia bersama prajurit-prajurit lain telah mempersiapkan diri akan segala kemungkinan yang akan terjadi bila mereka tiba di kota tersebut. Namun dia tetap percaya, bahwa suatu hari nanti, bila waktu mengijinkan, dia pasti bisa bertemu dan berkumpul kembali dengan keluarganya dan juga dengan Aqrila yang dicintainya.

Setelah beberapa hari perjalanan, ternyata para prajurit itu dihadapkan pada situasi di mana kehancuran besar telah terjadi pada kota di timur. Prajurit yang menjaga kota itu sudah habis oleh musuh. Kota itu sudah dikuasai musuh. Dan ternyata mereka sudah terjebak, karena pasukan musuh sudah memprediksikan kedatangan mereka. Cepat atau lambat prajurit-prajurit desa ini pun harus menyerang atau mereka akan diserang terlebih dahulu.

Hal ini menjadi sebuah kenyataan pahit bagi Larxash. Dia tak ingin segalanya terjadi secepat itu. Apalagi dengan keadaan genting seperti ini, dia semakin ragu apakah dia bisa memenuhi janjinya untuk kembali dan bertemu dengan Aqrila kembali.

Akhirnya komandan pasukan memerintahkan para prajuritnya mempersiapkan penyerangan yang akan dilakukan menjelang fajar di esok hari. Larxash berdoa dalam hatinya, dia pun mengeluarkan sebatang mawar dari Aqrila dari perbekalannya sendiri. Mawar itu telah layu. Dan terbersit dalam hati Larxash, apakah hidupnya akan seperti mawar itu yang akan mati dengan begitu cepatnya.

Di sisi lain, di desa kecil itu. Seluruh keluarga yang suami dan anak laki-lakinya ikut pergi berperang merasa gundah. Apakah mereka masih dapat bertemu dengan orang-orang yang mereka sayangi? Begitu pun dengan Aqrila, dia menanyakan pertanyaan yang sama dalam hatinya. Dan karena kegundahan inilah, Aqrila tak henti-hentinya memanjatkan doa kepada Amarant, Dewi Waktu yang menjaga kuil tersebut, agar dia mendapat kesempatan untuk berjumpa kembali dengan Larxash yang dicintainya.

Amarant sang Dewi melihat kesungguhan Aqrila. Dia tahu betapa lembut hati gadis itu. Betapa gadis itu mencintai Larxash apa adanya dan kesungguhan yang terdalam. Dia pun berjanji pada Aqrila bahwa harapannya dapat terkabul.

Esoknya, tibalah hari penyerangan. Larxash yang merupakan pemain pedang yang cukup handal berada di garis terdepan bersama teman-temannya. Dia hanya bisa memasrahkan dirinya pada Dewi Waktu agar dia bisa memenuhi janjinya di kemudian hari bila segala perang ini selesai.

Saat penyerangan terjadi, tanpa disangka oleh komandan pasukan, ternyata prajurit musuh sudah mempersiapkan diri. Dari balik benteng kota, mereka telah menyiapkan sepasukan besar pemanah. Dan saat Larxash bersama prajurit-prajurit lainnya dating menyerang, hujan panah tak dapat dihindari. Satu per satu teman-teman Larxash meregang nyawa. Dia tetap berusaha maju. Namun sebuah panah berhasil menembus baju besinya dan mengenai jantungnya. Akhirnya Larxash tewas di tengah genangan darah.

Satu hari telah berlalu tanpa ada kabar dari peperangan yang terjadi di timur desa kecil itu. Semua keluarga yang ditinggalkan orang-orang yang disayanginya untuk berperang memuncak kegundahahnnya. Tak terkecuali Aqrila. Hanya satu yang terus dipikirkannya. Larxash.

Keesokkannya, seorang prajurit kembali. Dia berhasil segera kembali ke desa begitu tahu bahwa perang telah menuai kekalahan. Dia memberitahukan kepada warga desa itu bahwa mereka yang telah ikut berperang bersamanya telah tiada. Pahitlah hati Aqrila begitu mendengar kabar ini. Segeralah dia berlari ke dalam kuil itu dan berdoa pada Amarant. Dalam permohonannya dia mengucap agar Amarant menghentikan waktunya dan memberikan waktu itu pada Larxash.

Amarant ragu dengan keputusan Aqrila, namun dia semula telah berjanji agar Aqrila dapat berjumpa dengan Larxash. Maka dia pun mengkristalkan waktu Aqrila dan memberikan waktu itu pada Larxash.

Larxash yang terbaring di tengah-tengah peperangan itu tiba-tiba bangun dan tersadar. Dia memandang ke tempat di mana luka panah itu seharusnya berada. Memang ada lubang bekas panah yang melubangi baju besinya. Namun luka seolah tak pernah ada di sana. Dia memandang ke selilingnya, teman-temannya telah tewas namun tempat di mana semula darahnya menggenang kini dipenuhi helai-helai mawar. Larxash merasakan gundah seketika dalam hatinya. Sedapat mungkin dia ingin secepatnya pergi kembali ke desa itu.

Saat Larxash tiba di desa, dia segera berlari menuju Kuil Amarant, berharap dia dapat menemukan Aqrila di sana. Aqrila semula biasa dijumpainya sedang berdoa di sana sekarang terkristalisasi dengan begitu indahnya di Amarant. Segeralah dia sadar bahwa Aqrila telah memberikan waktu yang dimilikinya untuk menyelamatkan kembali Larxash.

Segeralah tangis Larxash memenuhi ruang megah di kuil itu. Amarant merasa sedih melihat kedua anak manusia ini berjumpa namun tak dapat bersatu. Di tengah-tengah tangisan itu Larxash memohon agar waktu dia dapat mengembalikan waktu Aqrila. Namun Amarant tak bisa berbuat apapun. Waktu yang telah diberikan tak dapat diambil kembali. Larxash kembali meraung pedih atas berhentinya waktu bagi Aqrila. Maka dia menarik pedangnya yang semula tersarung di rantai pinggangnya. Kemudian mengangkat pedang itu dan menghujamkannya ke jantungnya.

Di saat itulah Amarant merasa begitu pedih. Kedua anak manusia itu telah kehilangan waktunya. Waktu Aqrila berhenti dan terkristalisasi setelah dia memberikannya pada Larxash, sedangkan waktu Larxash berhenti dan terhisap pedang. Amarant tak bisa melakukan apapun untuk membuat mereka berjumpa maupun untuk menggulirkan kembali waktu kedua anak manusia yang saling mencinta dalam keabadian waktu. Karena waktu yang telah menyatukan mereka dan waktu pula yang memisahkan mereka.


Rein
reedited by Vermillion92