Rabu, 27 Januari 2010

(untitled yet)

Aku berada di depan gerbang neraka, mungkin aku hanya membayangkannya seperti itu. Tapi aku merasa seperti itu. Seolah dunia tempat aku hidup ini adalah jalan panjang menuju kematian yang berujung pada neraka. Tak ada lagi ketulusan dan kepolosan dari wajah dunia yang memancarkan kehangatan dari senyum dunia ini.

Sekian lama aku mencoba lepas dari keterpurukan yang ada di dunia yang hampir seluruh isinya hanyalah kebohongan. Aku mencoba untuk menciptakan sebuah cahaya kecil di tengah kegelapan dunia ini. Namun cahaya itu pada akhirnya harus tenggelam ke dalam kegelapan yang terlalu pekat untuk diisi oleh sebuah lilin kecil.

Hatiku hancur karena semua harapan yang kubangun dari cahaya kecil itu akhirnya padam. Api semangatku pun ikut padam. Aku yang semula adalah orang yang bisa menghadapi masalah dengan senyuman menjadi membenci cahaya yang tak bisa memberikan kehangatan dalam hidupku. Aku menjadi skeptis dan pesimis dalam menghadapi masalah-masalah dalam hidup. Aku menjadi aku yang berbeda.

Dulu aku percaya Tuhan itu ada, Tuhan itu menjaga dan melindungi mereka yang membiarkan hatinya tetap murni dan tak tercemar. Tapi sekarang yang kusadari adalah tuhan tak pernah ada. Jika dia memang ada, mengapa cahaya kecil yang dulu pernah kuperjuangkan agar tetap menyala dalam kegelapan harus padam?

Orang-orang di sekitarku mulai mempertanyakan tujuan hidupku, dan aku hanya menjawabnya dengan kata ‘kematian’. Aku tak tahu lagi ke mana aku harus berjalan. Selama ini terlalu banyak celah-celah suram telah kulewati, seolah dunia menjadi neraka kecil tanpa batas dan tak pernah habis. Dunia ini tak pernah seterang dahulu di saat kau masih kecil, di saat orang tuamu hanya mengajarkan hal baik pada dirimu. Dunia ini telah menunjukkan sisi jahat dan terkelam dari apa yang selama ini bisa kita bayangkan. Dan aku tak bisa menaruh apa-apa pada dunia yang telah menjadi tua dan membusuk ini.

Sekali lagi, kematian menjadi pangkal dari hidup setiap orang. Akhir dari kehidupan setiap orang adalah kematian, bukan menjadi orang sukses, terkenal, dan kaya. Semua hanya terangkum dalam satu kata, Kematian! Tak peduli seberapa hancur kariermu dan seberapa banyak hartamu, hidup harus diakhiri dengan kata kematian. Dan akhirnya aku menjadikan kematian sebagai tujuan dari hidupku. Dan orang-orang yang mendengar aku berkata tentang kematian malah semakin menjauhiku dan menghindari kenyataan sederhana yang kuungkapkan.

Aku berkata tentang kematian, bukan berarti aku ingin menghabisi diriku sendiri, mencoba bunuh diri atau terbunuh dengan sengaja. Namun aku tahu, aku tak pernah menginginkan hidup, namun pada akhirnya aku hidup di dunia seperti ini, dunia yang tak kutahu di mana letak kebenarannya. Berarti aku tak berhak menentukan tentang kelahiranku dan aku pun tak berhak menentukan kapan aku mati, biarlah itu menjadi urusan dunia ini atau urusan orang lain yang hanya menganggap keberadaanku di dunia ini harus diberantas.

Skeptis, itulah aku.
Pesimis, buat apa aku optimis dengan keadaan yang selama ini malah semakin memburuk.

Tidak ada komentar: