Kamis, 25 Februari 2010

Kegilaan itu terjadi lagi

Ini adalah fakta dari sebuah sekolah yang ingin berisi para megalomania yang merasa dirinya selalu benar dan tak pernah tahan akan sebuah kritik yang sebenarnya benar-benar tepat sasaran untuk orang-orang seperti ini.

Saya hanya ingin mempertanyakan sebuah sudut pandang baru pada anda semua. Apalah arti sebuah motto dalam hidup? Sejauh yang saya tahu, motto adalah sebuah statement yang memotivasi hidup anda. Dan bila ada sebuah quotes kritik sosial yang isinya dapat memotivasi hidup anda, tidak ada salahnya menjadikan statement tersebut sebagai sebuah motto dalam hidup anda.

Di sisi lain, sebagai seorang akademisi, sebut saja seperti itu, anda pasti mengenal apa yang disebut sebagai paper yang akan disebut dalam bahasa Indonesia entah sebagai karya tulis, skripsi, disertasi, dan sebagainya. Dan sebagai seorang siswa SMA, tugas pertama yang saya hadapi adalah sebuah karya tulis, sebuah bentuk penelitian sederhana sebagai syarat kelulusan SMA.

Bagi anda yang pernah membuat karya-karya yang seperti saya tuliskan di atas, tentu anda tidak asing bila di dalam skripsi atau karya tulis anda, umumnya ada sebuah halaman berisi halaman motto. Sebuah halaman yang dinyatakan untuk menuliskan kata-kata yang menjadi motivasi hidup anda selama ini, atau minimal kata-kata yang memotivasi anda selama membuat karya tersebut.

Ada sebuah Quotes yang lumayan terkenal dari seorang pemuda yang telah mati 31 tahun yang lalu, Soe Hok Gie. Bagi anda yang lahir di tahun-tahun tersebut, pasti anda mengenal namanya lebih dari apapun, setidaknya anda tahu siapa dia. Quotes itu adalah “Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan”. Sebuah kata-kata yang menarik yang pantas untuk direnungi lebih dalam. Dan inilah kata-kata yang saya cantumkan dalam karya tulis saya, yang pada saat itu kebetulan memang membahas tokoh ini.

Dan sebenarnya ada sebuah Quotes lagi dari Soe Hok Gie, yang benar-benar menyindir dunia pendidikan di saat dia masih sekolah dulu. (kita membiacarakan masalah di 31 tahun yang lalu). Kata-kata tajam itu berbunyi, “Guru yang tak tahan kritik pantas masuk keranjang sampah. Guru bukan dewa dan murid bukanlah kerbau”. Ini adalah sebuah pemikiran dari orang yang hidup sekitar 3 dekade lalu.

Seorang teman saya, lebih tepatnya dua orang teman saya menggunakan kata-kata ini sebagai bentuk motivasi dalam karya tulis mereka. Kalau kita mencantumkan hal ini pada halaman motto, apakah ini akan menjadi sebuah hal teknis yang perlu diperhatikan oleh seorang pembimbing teknis dari penulisan karya tulis?

Hal ini saya serahkan pada anda semua yang kebetulan membaca tulisan ini, saya hanya berusaha memaparkan apa yang terjadi pada teman-teman saya dan pendapat pribadi saya dalam masalah seperti ini.

Baik, saya lanjutkan cerita saya, bisa kita lihat bahwa itu adalah sebuah kata-kata yang menyindir, meski kasus yang sama dari 31 tahun yang lalu tetap terjadi di dunia ini hingga detik ini. Maka saya mengetahui suatu kenyataan mematikan yang terjadi di sekolah ini. Di mana dua orang teman saya yang menuliskan kata-kata tentang sindiran guru pada halaman motto ini dipanggil oleh pembimbing teknis karya tulis ini.

Guru yang tak tahan kritik ini (menurut saya pribadi seperti itu) mengatakan bahwa kritik tidak sama dengan motto. Menurut saya itu tetaplah bisa menjadi motto selama dapat memotivasi hidup kita. Apalah artinya sebuah kata dari orang yang meninggal tempo dulu untuk dipermasalahkan saat ini dan dilarang menjadi kata-kata untuk halaman motto? Sebuah kenyataan dan kegilaan dari ketidaktahanan mereka atas kritik sosial dan pendidikan yang pernah dilancarkan seorang pemikir yang telah mati muda di jamannnya.

Terserah anda mau menilai apa, tapi bagi saya ini adalah kegilaan atas ketidakmampuan manusia menerima kritik yang tepat mengena pada diri mereka sendiri.

Tidak ada komentar: